Rabu, 30 Desember 2015

Refleksi Akhir Tahun



            Semangat pegiat literasi di Indonesia untuk menanamkan budaya baca bagi masyarakat. sebagai sampel di wilayah Yogyakarta, banyak sekali kaum muda yang aktiv dan bergerak untuk mengenalkan buku kepada masyarakat. Moh.Mursyid (Fb: Moh.Mursyid) dengan kiprahnya di bidang penulisan, banyak tulisan-tulisannya yang menghiasi berbagai media massa di Tanah Air sekaligus juga menyusun buku bidang perpustakaan, penulis yang sangat produktif ini mengaku bahwa beliau bisa menulis karena dia banyak membaca karena untuk memunculkan ide menulis harus banyak membaca. Prof.Sulistyo-Basuki (FB: Sulistyo Basuki) dalam kata pengantar di buku “Be A Writter: Strategi Jitu menjadi penulis kreatif bagi pustakawan” milik Moh.Mursyid mengungkapkan bahwa menulis dan membaca merupakan satu kesatuan mirip koin dengan dua sisi. Ungkapan itu sangat benar, karena bisa menulis karena membaca untuk mendapatkan ide untuk tulisannya.
         Kemudian ada juga Triyanto (Fb: Triyanto) yang baru-baru ini sedang menjadi trending topic dikalangan pustakawan maupun masyarakat karena Teras Baca yang dibangunnya bersama rekan-rekan pemuda di desanya mampu menyedot perhatian banyak masyarakat. di dukung dengan kreativitasnya mempromosikan Teras Baca di sosial media maupun media massa menjadikan masyarakat terinspirasi untuk mengkuti jejaknya. Banyak TBM (Taman Baca Masyarakat) dengan berbagai nama dan kreativitas oleh pendirinya seperti TBM Cakruk Pintar, Rumah Pintar Mata Aksara, TBM Luru Ilmu dan masih banyak lagi TBM-TBM di wilayah Yogyakarta  menunjukkan bahwa pegiat literasi semakin kreativ dalam mendekatkan buku kepada masyarakat melalui berbagai kegiatan yang dilakukan.
Di wilayah Gunung Kidul ada sosok pemudi pelopor yaitu Gemma Hanggarsih Tiftasani (FB: Gemma Hanggarsih) sangat aktif mendampingi masyarakat dalam membangun wilayah Gunung Kidul melalui perpustakaan. Bekerjasama dengan KPAD Gunung Kidul, Gemma meberikan support dan pendampingan secara massif untuk perpustakaan-perpustakaan desa di wilayah Gunung Kidul.
            Perpustakaan Batu, istilah baru yang baru dikenalkan oleh sosok Budi Martono (FB: Didy Huft) untuk menamakan Candi. Dari kunjungannya ke berbagai candi yang ada di wilayah Jawa Tengah dan Yogyakarta serta dari berbagai referensi yang Budi baca, Budi mengungkapkan bahwa apa yang ada di sebuah bangunan candi banyak pelajaran yang dapat diambil. Selain sebagai bangunan tempat Ibadah nenek moyang bangsa Indonesia, ternyata candi merupakan bentuk kemas ulang yang dilakukan oleh masyarakat pada waktu itu. Relief yang terukir di batu candi merupakan isi dari sebuah Kitab Suci. Oelh sebab itu, Perpustakaan Batu merupakan istilah yang cocok untuk menamakan candi.
Masih banyak lagi tentunya pemuda pemudi Indonesia yang menjadi pelopor untuk Literasi di Indonesia, ada Budi Santoso (FB: Budi Santoso) dengan otomasi perpustakaan SLIMS, Anas Al Haq (FB: Anas Al Haq) dengan kreativitasnya membuat perpustakaan menjadi lebih hidup, Ridwan Nur Arifin (FB: Ridwan Nur Arifin), Thoriq Tri Prabowo (FB: Thoriq Tri Prabowo) dengan mengemas informasi dalam bentuk video, Ema Puji Lestari, Nazzatul Farhanah dan masih banyak lagi. Itupun baru yang ada di Yogyakarta, belum lagi diluar Yogyakarta.
               Yang terbaru adalah dibukanya Grathama Pustaka di Yogyakarta yang disebut-sebut merupakan perpustakaan paling besar se- Asia. Perpustakaan besar dengan fasilitas yang luar biasa, tidak hanya perpustakaan yang ada hanya buku dan rak akan tetapi juga fasilitas lainnya yang diharapkan mampu membuat masyarakat nyaman berlama-lama di perpustakaan untuk membaca.
               Masyarakat Indonesia untuk mau membaca buku dan mengenal perpustakaan harus dipaksa dan dikenalkan secara dekat. Berbagai kegiatan yang dilakukan untuk menarik perhatian orang, ide kreatif untuk mengimbangi gencaran teknologi dan internet. Jika mau mebaca sejarah, orang-orang hebat di masa lalu sangat suka membaca untuk bisa memecahkan permasalahan kehidupa, bahkan adaya perpustakaan di rumahnya merupakan simbol martabat yang tinggi di mata masyarakat.
                  Di penghujung tahun 2015 ini, euphoria tentang prediksi-prediksi dari peramal kondang mulai bermunculan untuk memprediksikan atau meramal kejadian apa yang akan terjadi di tahun 2016? Banyak yang bertanya urusan jodoh, asmara, bahkan bencana alam. Peramal menggunakan media kartu, teh, sulat atau apalah media yang digunakan untuk meramal tapi dari sekian banyak peramal belum ada satupun peramala, dukun bayi, dukun santet, atau apalah yang mau dan mampu untuk meramalkan tentang perpustakaan ataupun buku, belum ada bukan? Kenapa ya bisa begitu? Aya juga tidak tahu, hehhe.
              Walaupun seorang pujangga bernama Pramoedya Ananta Toer pernah berucap bahwa harapan hanya akan membawa ketidak adilan, namun Saya tidak mau berhenti berharap. Berharap bahwa masyarakat akan tetapi mencintai buku dan mencintai perpustakaan sehingga transfer ilmu tetap akan berlangsung dari generasi ke generasi.
Semoga Alloh SWT mengabulkan.. Aamiin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar